RASANYA baru
kemarin orangtua memanjakan kita dengan mengajak berwisata atau
menghadiahi ini dan itu. Tapi, kini orangtua menua. Dan seiring
kenyataan itu, datang pula “temannya” -- yang tidak seorang pun
mengharapkannya: penyakit.
Bukan saja
terkait biaya pengobatan yang pasti tidak sedikit. Perilaku “bandel”
orangtua yang tidak menaati aturan dokter, juga keharusan anak-anak (mau
tidak mau) untuk mengurus, menjaga, membantu, dan lain-lain -- yang
terkadang bentrok dengan kenyataan bahwa anak-anak sudah memiliki kehidupan sendiri.
Belum lagi saat
orangtua yang sakit ini “tidak sehat” secara emosional. Sehingga suka
ngawur dalam bicara dan perbuatan. “Lebih sensitif, lebih suka
marah-marah, lebih ingin diperhatikan, suka membebani dengan konsep
kematian, belum sempat menimang cucu, mengantar jadi sarjana, dan
lain-lain,” Anggia Chrisanti Wiranto, konselor dan terapis di biro
psikologi Westaria (www.westaria.com) memerinci.
Bagaimana Kita Harus Bersikap?
Beberapa Langkah Berikut Disarankan Anggia:
- Kembalikan dulu
prioritas peran dan fungsi kita. Mungkin terkesan “egois”, tapi ini
lebih kepada menjalankan peran dan fungsi utama. Misalnya, sebagai
karyawan di suatu perusahaan, tentu kita harus mengatur kapan mengurus
orangtua, kapan harus fokus pada pekerjaan. Jangan mubazir. Berada dekat
orangtua, tapi pikiran ke pekerjaan, dan sebaliknya.
- Perlahan,
dengan cara yang paling baik, jelaskan kepada orangtua, bahwa kita punya
tanggung jawab berupa pekerjaan, anak, istri atau suami. Jika
memungkinkan, delegasikan pada orang lain (saudara atau perawat), ketika
berhalangan.
- Bersedih hati,
bermuram durja, berkeluh kesah, jelas bukan solusi. Diri yang didominasi
emosi sulit untuk berpikir, merasa, dan bertindak cerdas. Sebaliknya,
malah cenderung membuat masalah baru. Kita akan kurang fokus, kurang
konsentrasi, menjadi sensitif, mudah marah, dan lain-lain.
- Emosi itu
energi. Dan energi itu beresonansi. Kita harus positif. Minimal,
keberadaan kita minim sekalipun, dapat memberi efek maksimal. Menularkan
nilai, suasana, dan emosi yang positif. Terutama kepada orang yang
sedang sakit, energi positif yang terus-menerus diberikan akan efektif
membantu proses penyembuhan.
- Tuliskan
rencana kita, perasaan, hidup dengan pensil, dan berikan penghapusnya
kepada Tuhan. Tentu kita ingin semuanya bisa berjalan baik, antara hak
dan kewajiban. Tapi, banyak hal terjadi di luar jangkauan kita. Oleh
karenanya, jika sudah direncanakan dan diatur sedemikian rupa, namun
meleset, ikhlaslah. Itu pasti yang terbaik menurut Tuhan.
- Sampai tua
sekalipun, jadilah anak (untuk orangtua) yang saleh. Hanya doa anak
saleh yang akan menjadi salah satu bekal orangtua, walau kelak terpisah
alam.
sumber : http://yottabaca.blogspot.com/2012/05/ketika-orangtua-sudah-sakit-sakitan.html
0 Response to "Ketika Orangtua (Sudah) Sakit-sakitan, Bagaimana Anda Sebagai Anak Harus Bersikap?"
Post a Comment